Di era digital yang serba cepat, bisnis di Indonesia dibanjiri data. Mulai dari data transaksi, interaksi media sosial, hingga data sensor dari operasional lapangan. Namun, seringkali data ini hanya memberikan gambaran permukaan. Angka “like”, “share”, atau “tingkat klik” mungkin menunjukkan popularitas, tetapi apakah benar-benar menangkap esensi dari apa yang penting bagi manusia di balik data tersebut?

      Inilah inti dari perdebatan yang diangkat dalam sebuah paper posisi terkini: bahwa “makna bukanlah sekadar metrik”. Sistem berbasis AI dan teknologi saat ini cenderung mengandalkan “deskripsi tipis” (thin descriptions) – representasi numerik yang distandarisasi. Standarisasi ini, meskipun efisien untuk analisis skala besar, justru menghilangkan konteks budaya dan nuansa yang memberikan makna sesungguhnya pada aktivitas manusia. Untuk benar-benar memahami makna manusia di skala besar, kita membutuhkan pendekatan yang berbeda.

Mengapa Metrik Konvensional Gagal Memahami Makna?

      Sistem teknologi, terutama yang dikembangkan untuk skala besar seperti platform media sosial atau sistem pemerintahan, membutuhkan data yang seragam agar mudah diproses. Misalnya, sebuah interaksi di media sosial direpresentasikan sebagai jumlah “like”, komentar, atau durasi tonton. Dalam konteks bisnis, kinerja karyawan diukur dengan KPI numerik, atau kepuasan pelanggan disederhanakan menjadi skor survei.

      Pendekatan “deskripsi tipis” ini, seperti yang dijelaskan dalam paper tersebut, mirip dengan cara negara memandang warganya – perlu standarisasi untuk memahami tren umum. Namun, standarisasi ini secara inheren mengabaikan keragaman (heterogeneity) dan konteks unik yang melekat pada setiap interaksi atau pengalaman. Akibatnya, sistem ini seringkali gagal menangkap “apa yang benar-benar penting” bagi pengguna atau individu, berpotensi menyebabkan dampak negatif atau keputusan yang kurang tepat karena hanya berdasar pada data permukaan.

Kekuatan ‘Thick Description’ dan Tantangan Skalabilitas

      Berbeda dengan “deskripsi tipis”, para akademisi di bidang humaniora dan ilmu sosial kualitatif telah lama menggunakan konsep “deskripsi tebal” (thick description). Ini adalah representasi verbal yang kaya konteks, mendalam, dan mengakomodasi keragaman. Deskripsi tebal berusaha menangkap nuansa budaya, motivasi tersembunyi, dan konteks sosial yang memberikan makna pada suatu tindakan atau fenomena.

      Sebagai contoh, alih-alih hanya mencatat bahwa “pengguna A mengklik iklan X”, deskripsi tebal akan mencoba memahami mengapa pengguna A mengklik iklan tersebut dalam konteks kehidupannya, kebutuhannya saat itu, atau pengaruh lingkungan sosialnya. Metode ini sangat efektif untuk analisis mendalam, tetapi secara tradisional sangat bergantung pada kemampuan interpretasi manusia. Mengumpulkan dan menganalisis “deskripsi tebal” di skala besar, seperti jutaan interaksi pelanggan atau ribuan masukan karyawan, adalah tantangan logistik dan sumber daya yang masif. Ini menciptakan bottleneck yang sulit diatasi.

Peran LLM dalam Menjadikan Makna ‘Legible’ di Skala Besar

      Paper posisi tersebut berargumen bahwa munculnya Large Language Models (LLM) menawarkan potensi untuk mengatasi bottleneck skalabilitas “deskripsi tebal”. Dengan kemampuan memahami dan menghasilkan teks dalam berbagai nuansa, LLM dapat membantu dalam proses:

  • Generasi Deskripsi Tebal: LLM dapat dilatih untuk mengubah data mentah (misalnya, transkrip percakapan, ulasan pelanggan, log aktivitas) menjadi narasi atau deskripsi yang lebih kaya konteks.
  • Analisis Deskripsi Tebal: LLM dapat memproses dan menganalisis volume besar deskripsi verbal, mengidentifikasi tema, pola, dan nuansa yang sulit ditangkap oleh analisis metrik numerik sederhana.
  • Ekstraksi Konteks: LLM memiliki kemampuan untuk memahami dan mempertahankan konteks dalam analisis data verbal, sesuatu yang krusial untuk memahami makna.

      Dengan demikian, LLM berpotensi menjadi alat (setidaknya parsial) untuk mengotomatisasi proses yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh analis manusia dengan keterbatasan skala. Ini membuka jalan untuk membuat “makna manusia” menjadi lebih “legible” (terbaca dan dapat dipahami) oleh sistem teknologi di skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Implikasi Praktis bagi Bisnis di Indonesia

      Penerapan konsep ini memiliki dampak besar bagi bisnis di Indonesia:

  • Pemahaman Pelanggan yang Lebih Dalam: Bisnis dapat beralih dari sekadar melacak perilaku pembelian (apa yang dibeli) ke memahami motivasi dan pengalaman pelanggan (mengapa mereka membeli, apa yang mereka rasakan). Ini krusial untuk personalisasi yang efektif dan peningkatan loyalitas.
  • Peningkatan Pengalaman Pengguna (UX): Analisis mendalam terhadap interaksi pengguna dengan produk atau layanan, termasuk umpan balik verbal dan non-verbal, dapat mengungkap masalah atau kebutuhan tersembunyi yang tidak terlihat dari metrik penggunaan saja.

Analisis Sentimen & Reputasi Brand yang Bernuansa: Memahami sentimen publik atau karyawan bukan hanya tentang positif/negatif, tetapi juga mengapa* sentimen itu muncul, konteks budaya di baliknya, dan isu-isu spesifik yang mendorong sentimen tersebut.

  • Pengembangan Produk yang Lebih Relevan: Dengan memahami kebutuhan dan keinginan yang lebih dalam dari target pasar, perusahaan dapat mengembangkan produk atau layanan yang benar-benar menjawab masalah dan memberikan nilai signifikan.
  • Manajemen Karyawan & Budaya Perusahaan: Memahami dinamika tim, tantangan yang dihadapi karyawan di lapangan, atau persepsi terhadap kebijakan perusahaan melalui analisis kualitatif yang dibantu LLM dapat meningkatkan kepuasan dan produktivitas kerja.

      Bagi perusahaan di Indonesia yang beroperasi dalam konteks budaya yang kaya dan beragam, kemampuan menangkap nuansa lokal dan konteks spesifik menjadi sangat vital untuk kesuksesan.

Tantangan dalam Menggunakan LLM untuk Memahami Makna

      Meskipun potensinya besar, paper tersebut juga mengidentifikasi beberapa tantangan utama dalam menggunakan LLM untuk “deskripsi tebal”:

  • Mempertahankan Konteks: Memastikan LLM tidak menghilangkan konteks penting saat memproses data.
  • Menjaga Pluralisme Interpretasi: Mengakui bahwa makna bisa bersifat subjektif dan ada banyak cara untuk menginterpretasikan suatu data, dan LLM harus mampu merefleksikan pluralisme ini.
  • Mengintegrasikan Perspektif: Menyeimbangkan analisis data dengan pengalaman langsung dan perspektif kritis.
  • Membedakan Kualitatif dari Kuantitatif: Memastikan LLM memahami perbedaan antara “jumlah” (kuantitatif) dan “arti” (kualitatif).
  • Makna Bersifat Dinamis: Mengakui bahwa makna dapat berubah seiring waktu dan konteks.

      Mengatasi tantangan ini memerlukan riset dan pengembangan lebih lanjut, serta kolaborasi antara para ahli AI, ilmuwan sosial, dan praktisi industri.

Bagaimana ARSA Technology Dapat Membantu?

      Sebagai perusahaan teknologi Indonesia yang berpengalaman sejak 2018 dalam menghadirkan solusi berbasis AI dan IoT, ARSA Technology memahami pentingnya data yang dapat ditindaklanjuti untuk transformasi digital. Meskipun solusi inti ARSA saat ini berfokus pada data visual dan sensorik seperti analitik video AI, sistem kendaraan & parkir cerdas, otomasi industri & monitoring, dan teknologi kesehatan mandiri, prinsip yang mendasarinya sama: mengubah data mentah menjadi intelijen operasional yang cerdas.

      Konsep “deskripsi tebal” yang dibantu LLM ini dapat dilihat sebagai pengembangan lebih lanjut dalam kemampuan analitik. Bayangkan menggabungkan data visual dari analitik video AI (misalnya, pola pergerakan di toko) dengan analisis sentimen mendalam dari ulasan pelanggan (menggunakan LLM) untuk mendapatkan pemahaman komprehensif tentang pengalaman berbelanja. Atau memadukan data sensorik dari monitoring alat berat dengan analisis narasi laporan insiden dari karyawan untuk memahami akar masalah operasional secara lebih holistik. ARSA Technology terus berinovasi dan siap menjajaki integrasi teknologi terkini untuk memberikan solusi yang paling relevan dan berdampak bagi industri di Indonesia.

Kesimpulan

      Paper posisi “Meaning Is Not A Metric” menyoroti keterbatasan pendekatan berbasis metrik sederhana dalam menangkap kekayaan makna manusia dan konteks budaya. Ini adalah tantangan krusial bagi sistem sosiotechnical yang ingin benar-benar bermanfaat bagi penggunanya. Kemampuan verbal LLM menawarkan jalan keluar yang menjanjikan, memungkinkan kita untuk mulai memproses “deskripsi tebal” di skala besar.

      Meskipun ada tantangan yang perlu diatasi, potensi untuk membuka lapisan pemahaman baru di balik data sangat besar. Bagi bisnis di Indonesia, ini berarti peluang untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan dan karyawan, membuat keputusan yang lebih cerdas dan bernuansa, serta mendorong inovasi yang benar-benar relevan dengan konteks lokal.

      Konsultasikan kebutuhan AI Anda dengan tim ARSA Technology dan jelajahi bagaimana solusi cerdas dapat membantu bisnis Anda menangkap insight mendalam dari data.

HUBUNGI WHATSAPP